Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
Paragraf 3
Kewajiban Pemegang Izin Angkutan
Udara
Pasal 118
(1) Pemegang izin usaha angkutan udara niaga
wajib:
a. melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata
paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak izin diterbitkan dengan mengoperasikan
minimal jumlah pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai dengan lingkup
usaha atau kegiatannya;
b. memiliki dan menguasai pesawat udara dengan
jumlah tertentu;
c. mematuhi ketentuan wajib angkut, penerbangan
sipil, dan ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang–undangan;
d. menutup asuransi tanggung jawab pengangkut
dengan nilai pertanggungan sebesar santunan penumpang angkutan udara niaga yang
dibuktikan dengan perjanjian penutupan asuransi;
e. melayani calon penumpang secara adil tanpa
diskriminasi atas dasar suku, agama, ras, antargolongan, serta strata ekonomi
dan sosial;
f. menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara,
termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan, setiap bulan paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Menteri;
g. menyerahkan laporan kinerja keuangan yang
telah diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar yang sekurang-kurangnya
memuat neraca, laporan rugi laba, arus kas, dan rincian biaya, setiap tahun
paling lambat akhir bulan April tahun berikutnya kepada Menteri;
h. melaporkan apabila terjadi perubahan
penanggung jawab atau pemilik badan usaha angkutan udara niaga, domisili badan
usaha angkutan udara niaga dan pemilikan pesawat udara kepada Menteri; dan
i. memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.
Bagian Keenam
Pengangkutan untuk Penyandang Cacat,
Lanjut Usia,
Anak–Anak, dan/atau Orang Sakit
Pasal 134
(1) Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di
bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh
pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara
niaga.
(2) Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. pemberian prioritas tambahan tempat duduk;
b. penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke
dan turun dari pesawat udara;
c. penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat
selama berada di pesawat udara;
d. sarana bantu bagi orang sakit;
e. penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama
berada di pesawat udara;
f. tersedianya personel yang dapat berkomunikasi
dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit; dan
g. tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan
dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang
dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit.
(3) Pemberian perlakuan dan fasilitas khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipungut biaya tambahan.
Pasal 135
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan berupa
perlakuan dan fasilitas khusus diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketujuh
Pengangkutan Barang Khusus dan
Berbahaya
Pasal 136
(1) Pengangkutan barang khusus dan berbahaya
wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan.
(2) Barang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa barang yang karena sifat, jenis, dan ukurannya memerlukan penanganan
khusus.
(3) Barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berbentuk bahan cair, bahan padat, atau bahan gas yang dapat
membahayakan kesehatan, keselamatan jiwa, dan harta benda, serta keselamatan
dan keamanan penerbangan.
(4) Barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diklasifikasikan sebagai berikut:
a. bahan peledak (explosives);
b. gas yang dimampatkan, dicairkan, atau
dilarutkan dengan tekanan (compressed gases, liquified or dissolved under
pressure);
c. cairan mudah menyala atau terbakar (flammable
liquids);
d. bahan atau barang padat mudah menyala atau
terbakar (flammable solids);
e. bahan atau barang pengoksidasi (oxidizing substances);
f. bahan atau barang beracun dan mudah menular
(toxic and infectious substances);
g. bahan atau barang radioaktif (radioactive
material);
h. bahan atau barang perusak (corrosive
substances);
i. cairan, aerosol, dan jelly (liquids, aerosols,
and gels) dalam jumlah tertentu; atau
j. bahan atau zat berbahaya lainnya
(miscellaneous dangerous substances).
(5) Badan usaha angkutan udara niaga yang
melanggar ketentuan pada ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa
peringatan dan/atau pencabutan izin.
Pasal 137
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata
cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat
(5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 138
(1) Pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat udara,
atau pengirim yang menyerahkan barang khusus dan/atau berbahaya wajib
menyampaikan pemberitahuan kepada pengelola pergudangan dan/atau badan usaha
angkutan udara sebelum dimuat ke dalam pesawat udara.
(2) Badan usaha bandar udara, unit penyelenggara
bandar udara, badan usaha pergudangan, atau badan usaha angkutan udara niaga
yang melakukan kegiatan pengangkutan barang khusus dan/atau barang berbahaya
wajib menyediakan tempat penyimpanan atau penumpukan serta bertanggung jawab
terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang khusus dan/atau
berbahaya selama barang tersebut belum dimuat ke dalam pesawat udara.
(3) Pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat udara,
atau pengirim, badan usaha bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan
usaha pergudangan, atau badan usaha angkutan udara niaga yang melanggar
ketentuan pengangkutan barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa peringatan dan/atau pencabutan
izin.
Pasal 139
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara prosedur
pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya serta pengenaan sanksi
administratif diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 140
(1) Badan usaha angkutan udara niaga wajib
mengangkut orang dan/atau kargo, dan pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan.
(2) Badan usaha angkutan udara niaga wajib
memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara
sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati.
(3) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan.
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Bagian Kesembilan
Kewajiban dan Tanggung Jawab
Pengangkut
Paragraf 1
Wajib Angkut
Pasal 38
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib
mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati
dalam perjanjian pengangkutan.
(2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan.
(3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah
memobilisasi armada niaga nasional.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib angkut
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib
memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil,
anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
(2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
Paragraf 3
Pengangkutan Barang Khusus dan Barang
Berbahaya
Pasal 44
Pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya
wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 47
Pemilik, operator, dan/atau agen perusahaan
angkutan laut yang mengangkut barang berbahaya dan barang khusus wajib
menyampaikan pemberitahuan kepada Syahbandar sebelum kapal pengangkut barang
khusus dan/atau barang berbahaya tiba di pelabuhan.
Pasal 48
Badan Usaha Pelabuhan dan Unit Penyelenggara
Pelabuhan wajib menyediakan tempat penyimpanan atau penumpukan barang berbahaya
dan barang khusus untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas
barang di pelabuhan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem dan
prosedur penanganan barang berbahaya dan barang khusus di pelabuhan.
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Paragraf 1
Ketertiban dan Keselamatan
Pasal 105
Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib:
a. berperilaku tertib; dan/atau
b. mencegah hal-hal yang dapat merintangi,
membahayakan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, atau yang
dapat menimbulkan kerusakan Jalan.
Pasal 106
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh
konsentrasi.
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik
jalan.
(4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan:
a. rambu perintah atau rambu larangan;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. gerakan Lalu Lintas;
e. berhenti dan Parkir;
f. peringatan dengan bunyi dan sinar;
g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan
Kendaraan lain.
(5) Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan
Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib
menunjukkan:
a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau
Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. Surat Izin Mengemudi;
c. bukti lulus uji berkala; dan/atau
d. tanda bukti lain yang sah.
(6) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di
sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.
(7) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di
Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan
dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.
(8) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor
dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional
Indonesia.
(9) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor
tanpa kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang.
Paragraf 2
Penggunaan Lampu Utama
Pasal 107
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan
lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada
kondisi tertentu.
(2) Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakanb lampu utama pada
siang hari.
Paragraf 3
Jalur atau Lajur Lalu Lintas
Pasal 108
(1) Dalam berlalu lintas Pengguna Jalan harus
menggunakan jalur Jalan sebelah kiri.
(2) Penggunaan jalur Jalan sebelah kanan hanya
dapat dilakukan jika:
a. Pengemudi bermaksud akan melewati Kendaraan di
depannya; atau
b. diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri.
(3) Sepeda Motor, Kendaraan Bermotor yang
kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan Kendaraan Tidak Bermotor berada
pada lajur kiri Jalan.
(4) Penggunaan lajur sebelah kanan hanya
diperuntukkan bagi Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok
kanan, mengubah arah, atau mendahului Kendaraan lain.
Pasal 109
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan
melewati Kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur
Jalan sebelah kanan dari Kendaraan yang akan
dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup.
(2) Dalam keadaan tertentu, Pengemudi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan lajur Jalan sebelah kiri dengan tetap
memperhatikan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Jika Kendaraan yang akan dilewati telah
memberi isyarat akan menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan,
Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melewati Kendaraan
tersebut.
Pasal 110
(1) Pengemudi yang berpapasan dengan Kendaraan
lain dari arah berlawanan pada jalan dua arah yang tidak dipisahkan secara
jelas wajib memberikan ruang gerak yang cukup di sebelah kanan Kendaraan.
(2) Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
jika terhalang oleh suatu rintangan atau Pengguna Jalan lain di depannya wajib
mendahulukan Kendaraan yang datang dari arah berlawanan.
Pasal 111
Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak
memungkinkan bagi Kendaraan untuk saling berpapasan, Pengemudi Kendaraan yang
arahnya menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada Kendaraan yang mendaki.
Paragraf 4
Belokan atau Simpangan
Pasal 112
(1) Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau
berbalik arah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di
belakang Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau
isyarat tangan.
(2) Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur
atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping,
dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.
(3) Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok
kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas.
Pasal 113
(1) Pada persimpangan sebidang yang tidak
dikendalikan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi wajib
memberikan hak utama kepada:
a. Kendaraan yang datang dari arah depan dan/atau
dari arah cabang persimpangan yang lain jika hal itu dinyatakan dengan Rambu
Lalu Lintas atau Marka Jalan;
b. Kendaraan dari Jalan utama jika Pengemudi
tersebut datang dari cabang persimpangan yang lebih kecil atau dari pekarangan
yang berbatasan dengan Jalan;
c. Kendaraan yang datang dari arah cabang
persimpangan sebelah kiri jika cabang persimpangan 4 (empat) atau lebih dan
sama besar;
d. Kendaraan yang datang dari arah cabang sebelah
kiri di persimpangan 3 (tiga) yang tidak tegak lurus; atau
e. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan
yang lurus pada persimpangan 3 (tiga) tegak lurus.
(2) Jika persimpangan dilengkapi dengan alat
pengendali Lalu Lintas yang berbentuk bundaran, Pengemudi harus memberikan hak
utama kepada Kendaraan lain yang datang dari arah kanan.
Pasal 114
Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api
dan Jalan, Pengemudi Kendaraan wajib:
a. berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang
pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memberikan hak utama kepada Kendaraan yang
lebih dahulu melintasi rel.
Paragraf 5
Kecepatan
Pasal 115
Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:
a. mengemudikan Kendaraan melebihi batas
kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
dan/atau
b. berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.
Pasal 116
(1) Pengemudi harus memperlambat kendaraannya
sesuai dengan Rambu Lalu Lintas.
(2) Selain sesuai dengan Rambu Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengemudi harus memperlambat kendaraannya
jika:
a. akan melewati Kendaraan Bermotor Umum yang
sedang menurunkan dan menaikkan Penumpang;
b. akan melewati Kendaraan Tidak Bermotor yang
ditarik oleh hewan, hewan yang ditunggangi, atau hewan yang digiring;
c. cuaca hujan dan/atau genangan air;
d. memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum
dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas;
e. mendekati persimpangan atau perlintasan
sebidang kereta api; dan/atau
f. melihat dan mengetahui ada Pejalan Kaki yang
akan menyeberang.
Pasal 117
Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya
harus mengamati situasi Lalu Lintas di samping dan di belakang Kendaraan dengan
cara yang tidak membahayakan Kendaraan lain.
Paragraf 6
Berhenti
Pasal 118
Selain Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek,
setiap Kendaraan Bermotor dapat berhenti di setiap Jalan, kecuali:
a. terdapat rambu larangan berhenti dan/atau
Marka Jalan yang bergaris utuh;
b. pada tempat tertentu yang dapat membahayakan
keamanan, keselamatan serta mengganggu Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan; dan/atau
c. di jalan tol.
Pasal 119
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum atau mobil
bus sekolah yang sedang berhenti untuk menurunkan dan/atau menaikkan Penumpang
wajib memberi isyarat tanda berhenti.
(2) Pengemudi Kendaraan yang berada di belakang
Kendaraan Bermotor Umum atau mobil bus sekolah yang sedang berhenti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan kendaraannya sementara.
Paragraf 7
Parkir
Pasal 120
Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara
sejajar atau membentuk sudut menurut arah Lalu Lintas.
Pasal 121
(1) Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib
memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain
pada saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku untuk Pengemudi Sepeda Motor tanpa kereta samping.
Paragraf 8
Kendaraan Tidak Bermotor
Pasal 122
(1) Pengendara Kendaraan Tidak Bermotor dilarang:
a. dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik
oleh Kendaraan Bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan;
b. mengangkut atau menarik benda yang dapat
merintangi atau membahayakan Pengguna Jalan lain; dan/atau
c. menggunakan jalur jalan Kendaraan Bermotor
jika telah disediakan jalur jalan khusus bagi Kendaraan Tidak Bermotor.
(2) Pesepeda dilarang membawa Penumpang, kecuali
jika sepeda tersebut telah dilengkapi dengan tempat Penumpang.
(3) Pengendara gerobak atau kereta dorong yang
berjalan beriringan harus memberikan ruang yang cukup bagi Kendaraan lain untuk
mendahului.
Pasal 123
Pesepeda tunarungu harus menggunakan tanda
pengenal yang ditempatkan pada bagian depan dan belakang sepedanya.
Paragraf 9
Tata Cara Berlalu Lintas bagi
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum
Pasal 124
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk
angkutan orang dalam trayek wajib:
a. mengangkut Penumpang yang membayar sesuai
dengan tarif yang telah ditetapkan;
b. memindahkan penumpang dalam perjalanan ke
Kendaraan lain yang sejenis dalam trayek yang sama tanpa dipungut biaya
tambahan jika Kendaraan mogok, rusak, kecelakaan, atau atas perintah petugas;
c. menggunakan lajur Jalan yang telah ditentukan
atau menggunakan lajur paling kiri, kecuali saat akan mendahului atau mengubah
arah;
d. memberhentikan kendaraan selama menaikkan
dan/atau menurunkan Penumpang;
e. menutup pintu selama Kendaraan berjalan; dan
f. mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk
angkutan umum.
(2) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk
angkutan orang dalam trayek dengan tarif ekonomi wajib mengangkut anak sekolah.
Pasal 125
Pengemudi Kendaraan Bermotor angkutan barang
wajib menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan.
Pasal 126
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang
dilarang:
a. memberhentikan Kendaraan selain di tempat yang
telah ditentukan;
b. mengetem selain di tempat yang telah
ditentukan;
c. menurunkan Penumpang selain di tempat
pemberhentian dan/atau di tempat tujuan tanpa alasan yang patut dan mendesak;
dan/atau
d. melewati jaringan jalan selain yang ditentukan
dalam izin trayek.
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian
Bagian Kesembilan
Hak dan Wewenang Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian
Pasal 90
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian berhak dan
berwenang:
a. mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan
kereta api;
b. menghentikan pengoperasian sarana
perkeretaapian apabila dapat membahayakan perjalanan kereta api;
c. melakukan penertiban terhadap pengguna jasa
kereta api yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa kereta api di
stasiun;
d. mendahulukan perjalanan kereta api di
perpotongan sebidang dengan jalan;
e. menerima pembayaran dari penggunaan prasarana
perkeretaapian; dan
f. menerima ganti kerugian atas kerusakan
prasarana perkeretaapian yang disebabkan oleh kesalahan Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian atau pihak ketiga.
Pasal 131
(1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib
memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil,
anak di bawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
(2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
Pasal 132
(1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib
mengangkut orang yang telah memiliki karcis.
(2) Orang yang telah memiliki karcis berhak
memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
(3) Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.
Pasal 133
(1) Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang
dengan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib:
a. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;
b. mengutamakan pelayanan kepentingan umum;
c. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas
yang ditetapkan;
d. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan
tarif angkutan kepada masyarakat; dan
e. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.
(2) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib
mengumumkan kepada pengguna jasa apabila terjadi pembatalan dan penundaan
keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas
kereta api disertai dengan alasan yang jelas.
Pasal 134
(1) Apabila terjadi pembatalan keberangkatan
perjalanan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengganti
biaya yang telah dibayar oleh orang yang telah membeli karcis.
(2) Apabila orang yang telah membeli karcis
membatalkan keberangkatan dan sampai dengan batas waktu keberangkatan
sebagaimana dijadwalkan tidak melapor kepada Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian, orang tersebut tidak mendapat penggantian biaya karcis.
(3) Apabila orang yang telah membeli karcis
membatalkan keberangkatan sebelum batas waktu keberangkatan sebagaimana
dijadwalkan melapor kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, mendapat
pengembalian sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari harga karcis.
(4) Apabila dalam perjalanan kereta api terdapat
hambatan atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan
perjalanan sampai stasiun tujuan yang disepakati, penyelenggara sarana
perkeretaapian wajib:
a. menyediakan angkutan dengan kereta api lain
atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan; atau
b. memberikan ganti kerugian senilai harga
karcis.
Pasal 136
(1) Dalam kegiatan angkutan orang Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian berwenang untuk:
a. memeriksa karcis;
b. menindak pengguna jasa yang tidak mempunyai
karcis;
c. menertibkan pengguna jasa kereta api atau
masyarakat yang mengganggu perjalanan kereta api; dan
d. melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap
masyarakat yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap perjalanan kereta api.
(2) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dalam
keadaa tertentu dapat membatalkan perjalanan kereta api apabila terdapat
hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan, ketertiban, dan kepentingan umum.
Bagian Kesembilan
Hak Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
Pasal 161
(1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berhak
menahan barang yang diangkut dengan kereta api apabila pengirim atau penerima
barang tidak memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan
perjanjian angkutan.
(2) Pengirim atau penerima barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya penyimpanan atas barang yang ditahan.
(3) D alam hal pengirim atau penerima barang
tidak memenuhi kewajiban setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dapat menjual barang secara lelang.
(4) Penjualan barang secara lelang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
di bidang pelelangan.
(5) Hasil penjualan lelang barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk memenuhi kewajiban pengirim dan/atau
penerima barang.
(6) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bersifat membahayakan atau dapat mengganggu dalam penyimpanannya,
barang tersebut harus dimusnahkan.
Pasal 162
Barang-barang yang tidak diambil setelah melebihi
batas waktu yang telah ditentukan dinyatakan sebagai barang takbertuan dan
dapat dijual secara lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau
dimusnahkan apabila membahayakan atau dapat mengganggu dalam penyimpanannya.
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan,
dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundangundangan lainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah :
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya
di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila
terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundangundangan
lainnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
0 komentar:
Posting Komentar